Penyebab Perang Padri dan Sejarahnya
Perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme barat di Indonesia secara umum dibagi menjadi dua bagian; perlawanan sebelum abad ke-18 dan perlawanan setelah abad ke-18.
Perlawanan sebelum abad ke-18 dipimpin oleh Dipati Unus, Sultan Iskandar Muda dan Sultan Ageng Tirtayasa serta yang lainnya.
Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang perlawanan setelah abad ke-18, yaitu perang padri, Tuanku Imam Bonjol dan Perlawanannya.
Paderi/kaum putih/golongan agama melawan kaum hitam/kaum Adat dan Belanda.
Tokoh-tokoh pendukung kaum Paderi adalah Tuanku Nan Renceh, Tuanku Kota Tua, Tuanku Mensiangan, Tuanku Pasaman, Tuanku Tambusi, dan Tuanku Imam.
Dalam masyarakat Minangkabau ada dua golongan yaitu kaum Paderi dan kaum Adat. Kaum Adat mempunyai kebiasaan buruk yaitu menyabung ayam, berjudi, minum-minuman keras, dan lain lain.
Oleh karena itu kaum Paderi (Islam) berusaha mengadakan gerakan-gerakan pembaruan untuk memurnikan ajaran Islam. Namun ditentang kaum Adat, sehingga pecah Perang Paderi.
Jalannya Perang Paderi dapat dibagi menjadi 3 tahapan, berikut.
Kekuatan militer Belanda terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum Paderi dan perlawanan Diponegoro.
Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian dengan Kaum Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak.
Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di bawah pimpinan Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki Belanda. Tuanku Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran itu berakhir dengan penangkapan Tuanku Imam, yang langsung dibawa ke Padang.
Selanjutnya atas perintah Letkol Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian pada tahun 1839 dipindah ke Ambon. Tiga tahun kemudian dipindah ke Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November 1964 pada usia 92 tahun.
Perlawanan sebelum abad ke-18 dipimpin oleh Dipati Unus, Sultan Iskandar Muda dan Sultan Ageng Tirtayasa serta yang lainnya.
Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang perlawanan setelah abad ke-18, yaitu perang padri, Tuanku Imam Bonjol dan Perlawanannya.
Perang Paderi (1803 – 1838)
Peristiwa ini berawal dari gerakan Paderi untuk memurnikan ajaran Islam di wilayah Minangkabau, Sumatra Barat. Perang ini dikenal dengan nama Perang Paderi karena merupakan perang antara kaumPaderi/kaum putih/golongan agama melawan kaum hitam/kaum Adat dan Belanda.
Tokoh-tokoh pendukung kaum Paderi adalah Tuanku Nan Renceh, Tuanku Kota Tua, Tuanku Mensiangan, Tuanku Pasaman, Tuanku Tambusi, dan Tuanku Imam.
Dalam masyarakat Minangkabau ada dua golongan yaitu kaum Paderi dan kaum Adat. Kaum Adat mempunyai kebiasaan buruk yaitu menyabung ayam, berjudi, minum-minuman keras, dan lain lain.
Oleh karena itu kaum Paderi (Islam) berusaha mengadakan gerakan-gerakan pembaruan untuk memurnikan ajaran Islam. Namun ditentang kaum Adat, sehingga pecah Perang Paderi.
Gambar: Perang Padri |
Jalannya Perang Paderi dapat dibagi menjadi 3 tahapan, berikut.
1 ) Tahap I, tahun 1803 – 1821
Ciri perang tahap pertama ini adalah murni perang saudara dan belum ada campur tangan pihak luar, dalam hal ini Belanda. Perang ini mengalami perkembangan baru saat kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda. Sejak itu dimulailah Perang Paderi melawan Belanda.2 ) Tahap II, tahun 1822 – 1832
Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi yang makin melemah. Pada tahun 1825, berhubung dengan adanya perlawanan Diponegoro di Jawa, pemerintah Hindia Belanda dihadapkan pada kesulitan baru.Kekuatan militer Belanda terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum Paderi dan perlawanan Diponegoro.
Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian dengan Kaum Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak.
Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di bawah pimpinan Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
3 ) Tahap III, tahun 1832 – 1838
Perang pada tahap ini adalah perang semesta rakyat Minangkabau mengusir Belanda. Sejak tahun 1831 kaum Adat dan kaum Paderi bersatu melawan Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki Belanda. Tuanku Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran itu berakhir dengan penangkapan Tuanku Imam, yang langsung dibawa ke Padang.
Selanjutnya atas perintah Letkol Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian pada tahun 1839 dipindah ke Ambon. Tiga tahun kemudian dipindah ke Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November 1964 pada usia 92 tahun.
Komentar
Posting Komentar